
Kamis, 27 November 2008  08:29 WIB
Pertama melihatnya, InfoKomputer langsung mendapati kemiripan netbook ini dengan dengan MSI Wind U100. Bahkan kami kesulitan menemukan perbedaannya, jadi sepertinya keduanya dibuat oleh tangan yang sama.
Spesifikasinya pun mirip, seperti menggunakan prosesor Intel Atom N270 (1,6GHz) dan layar berukuran 10”. Kalaupun ada yang membedakan, itu adalah kapasitas harddisknya. Pico memiliki 160GB, sementara Wind 80GB. Kapasitas sebesar ini patut dicatat sebagai kelebihan Pico, mengingat netbook lain—seperti Acer Aspire One—mentok di angka 120GB. Fasilitas lain yang disediakan Pico adalahWi-Fi, Bluetooth, Ethernet, slot SD Card, dan VGA Out.
Karena bentuk fisiknya sama, Pico memiliki kelebihan serupa dengan Wind. Salah satunya adalah keyboardnya yang terasa luas; setidaknya untuk ukuran netbook. Jika dihitung, ukuran tiap kunci sekitar 17x15 cm, membuat proses mengetik terasa nyaman dan kami tidak kesulitan mencapai kecepatan mengetik standar. Kami juga tidak merasakan paparan panas yang signifikan di sandaran tangan meski telah menggunakannya dalam waktu lama.
Kelebihan lain Pico adalah kualitas layarnya yang cukup bagus. Pada setelan brightness tertinggi, layarnya mampu menunjukkan detail yang tajam, tanpa menyebabkan paparan yang terlalu silau. Layar 10,2” ini sendiri memiliki resolusi 1024x600 pixel, sehingga nyaman digunakan ke situs-situs yang dioptimasi di lebar resolusi 1024 pixel.
Dimensi Pico sekitar 26x18 cm, dengan tebal antara 2,6-3 cm. Bobotnya sendiri sekitar 1,15 kg. Jika dibandingkan, Pico sedikit lebih berat dibanding Asus Eee PC atau Acer Aspire (1kg). Namun perbedaan bobot ini seharusnya tidak bermasalah, karena kami merasa tetap nyaman membawanya keliling kantor.
Karena menggunakan komponen yang sama, kami mencoba membandingkan kinerja Pico dengan Wind. Hasilnya bisa diduga: keduanya memiliki kinerja yang mirip. Termasuk di antaranya daya tahan dalam memutar video dalam format HD yang sekitar 1,5 jam.
Hasil ini mirip dengan Wind, tapi tidak bisa menandingi Asus Eee PC 901 yang mencatat waktu lebih dari 4 jam. Ini tidak lain disebabkan penggunaan harddisk berbentuk piringan dan kapasitas batere yang cuma 2200 mAh. Jadi jangan lupa siapkan charger ketika Anda membawa Pico bepergian.
Dengan bentuk yang mirip, Axioo Pico sepertinya dibuat oleh tangan yang sama dengan MSI Wind. Dan karena MSI yang memiliki pabrik, berarti Axioo membeli Pico dari MSI. Ini berarti Pico lebih mahal dibanding Wind dong? Ternyata tidak. Pico dibandrol dengan harga Rp. 4,8 juta, sementara Wind sekitar Rp. 5,3 juta. Jadi sepertinya MSI ‘memberikan’jalan bagi OEM-nya untuk lebih kompetitif dalam harga dibanding produknya sendiri. Agak aneh, tapi itulah bisnis.
***
Dengan harga di bawah Rp. 5 juta dan sudah termasuk Windows Home Edition, Axioo Pico adalah pilihan yang bagus untuk Anda yang mencari netbook. Saingan terdekat adalah Acer Aspire One versi Windows yang dibandrol sekitar Rp. 4,8 juta.
Kelebihan Pico adalah telah dibekali Bluetooth dan kapasitas harddisk lebih besar, sementara kelebihan Aspire One adalah adanya dua slot SD Card. Karena jarang menggunakan SD Card, bagi kami Axioo Pico adalah pilihan yang lebih memikat dibanding Aspire One.
Sumber: InfoKomputer
Data & Fakta
PLUS: Harga kompetitif; ada Bluetooth.
MINUS: Kapasitas batere cuma 2200 mAh.
Hasil Uji
Karena pada dasarnya sama persis, performa Axioo Pico terlihat setara dengan MSI Wind, meski pada beberapa pengujian terlihat agak tertinggal. Namun karena kapasitas baterenya yang terbatas, Pico cuma bertahan 1,5 jam untuk memutar HD Video.
Axioo Pico DJM616A MSI Wind Notebook U100
Kinerja
Axioo Pico DJM616A
MSI Wind Notebook U100
Encoding Video
13 menit 4 detik
11 menit 43 detik
Encoding Audio
21 menit 23 detik
20 menit 55 detik
Cinebench R10
17 menit 22 menit
17 menit 36 detik
3DMark 2006
614
N/A
Daya tahan batere
Memutar HD Video
1 jam 37 menit
1 jam 48 menit
Battery Eater 05
1 jam 33 menit
1 jam 48 menit
SKOR PENILAIAN
(maksimal 5)
Kinerja: 4,2
Fasilitas: 4,7
Kemudahan: 4,5
Harga:4
SKOR TOTAL: 4,45
SPESIFIKASI Axioo Pico DJM616A
Prosesor: Intel Atom N270 1,6GHz
RAM: DDR2 1GB (maksimal 2GB)
Chipset: Intel Mobile 945GME
Kartu grafis: Intel GMA 950 (onboard)
Kartu suara: Realtek HD Audio
Harddisk: SATA 160GB, 5400rpm
Optical drive: Tidak ada
Fasilitas: LAN, Wi-Fi b/g, Bluetooth V2.0+EDR, card reader (SD,
SDHC, MMC), 3 USB, Webcam 1,3 megapixel
Layar: Wide LCD 10,2”, 1024x600 pixel, backlight
Sistem Operasi: Windows XP Home Edition
Batere: Li-Ion 11,1V 2200mAh, 3-cell
Dimensi: 26x18x (2,6-3) cm
Bobot: 1,15 kg (dengan batere standar)
Garansi: 1 tahun
Situs Web: www.axiooworld.com.
Harga kisaran*: Rp 4,8 juta
Pertama melihatnya, InfoKomputer langsung mendapati kemiripan netbook ini dengan dengan MSI Wind U100. Bahkan kami kesulitan menemukan perbedaannya, jadi sepertinya keduanya dibuat oleh tangan yang sama.
Spesifikasinya pun mirip, seperti menggunakan prosesor Intel Atom N270 (1,6GHz) dan layar berukuran 10”. Kalaupun ada yang membedakan, itu adalah kapasitas harddisknya. Pico memiliki 160GB, sementara Wind 80GB. Kapasitas sebesar ini patut dicatat sebagai kelebihan Pico, mengingat netbook lain—seperti Acer Aspire One—mentok di angka 120GB. Fasilitas lain yang disediakan Pico adalahWi-Fi, Bluetooth, Ethernet, slot SD Card, dan VGA Out.
Karena bentuk fisiknya sama, Pico memiliki kelebihan serupa dengan Wind. Salah satunya adalah keyboardnya yang terasa luas; setidaknya untuk ukuran netbook. Jika dihitung, ukuran tiap kunci sekitar 17x15 cm, membuat proses mengetik terasa nyaman dan kami tidak kesulitan mencapai kecepatan mengetik standar. Kami juga tidak merasakan paparan panas yang signifikan di sandaran tangan meski telah menggunakannya dalam waktu lama.
Kelebihan lain Pico adalah kualitas layarnya yang cukup bagus. Pada setelan brightness tertinggi, layarnya mampu menunjukkan detail yang tajam, tanpa menyebabkan paparan yang terlalu silau. Layar 10,2” ini sendiri memiliki resolusi 1024x600 pixel, sehingga nyaman digunakan ke situs-situs yang dioptimasi di lebar resolusi 1024 pixel.
Dimensi Pico sekitar 26x18 cm, dengan tebal antara 2,6-3 cm. Bobotnya sendiri sekitar 1,15 kg. Jika dibandingkan, Pico sedikit lebih berat dibanding Asus Eee PC atau Acer Aspire (1kg). Namun perbedaan bobot ini seharusnya tidak bermasalah, karena kami merasa tetap nyaman membawanya keliling kantor.
Karena menggunakan komponen yang sama, kami mencoba membandingkan kinerja Pico dengan Wind. Hasilnya bisa diduga: keduanya memiliki kinerja yang mirip. Termasuk di antaranya daya tahan dalam memutar video dalam format HD yang sekitar 1,5 jam.
Hasil ini mirip dengan Wind, tapi tidak bisa menandingi Asus Eee PC 901 yang mencatat waktu lebih dari 4 jam. Ini tidak lain disebabkan penggunaan harddisk berbentuk piringan dan kapasitas batere yang cuma 2200 mAh. Jadi jangan lupa siapkan charger ketika Anda membawa Pico bepergian.
Dengan bentuk yang mirip, Axioo Pico sepertinya dibuat oleh tangan yang sama dengan MSI Wind. Dan karena MSI yang memiliki pabrik, berarti Axioo membeli Pico dari MSI. Ini berarti Pico lebih mahal dibanding Wind dong? Ternyata tidak. Pico dibandrol dengan harga Rp. 4,8 juta, sementara Wind sekitar Rp. 5,3 juta. Jadi sepertinya MSI ‘memberikan’jalan bagi OEM-nya untuk lebih kompetitif dalam harga dibanding produknya sendiri. Agak aneh, tapi itulah bisnis.
***
Dengan harga di bawah Rp. 5 juta dan sudah termasuk Windows Home Edition, Axioo Pico adalah pilihan yang bagus untuk Anda yang mencari netbook. Saingan terdekat adalah Acer Aspire One versi Windows yang dibandrol sekitar Rp. 4,8 juta.
Kelebihan Pico adalah telah dibekali Bluetooth dan kapasitas harddisk lebih besar, sementara kelebihan Aspire One adalah adanya dua slot SD Card. Karena jarang menggunakan SD Card, bagi kami Axioo Pico adalah pilihan yang lebih memikat dibanding Aspire One.
Sumber: InfoKomputer
Data & Fakta
PLUS: Harga kompetitif; ada Bluetooth.
MINUS: Kapasitas batere cuma 2200 mAh.
Hasil Uji
Karena pada dasarnya sama persis, performa Axioo Pico terlihat setara dengan MSI Wind, meski pada beberapa pengujian terlihat agak tertinggal. Namun karena kapasitas baterenya yang terbatas, Pico cuma bertahan 1,5 jam untuk memutar HD Video.
Axioo Pico DJM616A MSI Wind Notebook U100
Kinerja
Axioo Pico DJM616A
MSI Wind Notebook U100
Encoding Video
13 menit 4 detik
11 menit 43 detik
Encoding Audio
21 menit 23 detik
20 menit 55 detik
Cinebench R10
17 menit 22 menit
17 menit 36 detik
3DMark 2006
614
N/A
Daya tahan batere
Memutar HD Video
1 jam 37 menit
1 jam 48 menit
Battery Eater 05
1 jam 33 menit
1 jam 48 menit
SKOR PENILAIAN
(maksimal 5)
Kinerja: 4,2
Fasilitas: 4,7
Kemudahan: 4,5
Harga:4
SKOR TOTAL: 4,45
SPESIFIKASI Axioo Pico DJM616A
Prosesor: Intel Atom N270 1,6GHz
RAM: DDR2 1GB (maksimal 2GB)
Chipset: Intel Mobile 945GME
Kartu grafis: Intel GMA 950 (onboard)
Kartu suara: Realtek HD Audio
Harddisk: SATA 160GB, 5400rpm
Optical drive: Tidak ada
Fasilitas: LAN, Wi-Fi b/g, Bluetooth V2.0+EDR, card reader (SD,
SDHC, MMC), 3 USB, Webcam 1,3 megapixel
Layar: Wide LCD 10,2”, 1024x600 pixel, backlight
Sistem Operasi: Windows XP Home Edition
Batere: Li-Ion 11,1V 2200mAh, 3-cell
Dimensi: 26x18x (2,6-3) cm
Bobot: 1,15 kg (dengan batere standar)
Garansi: 1 tahun
Situs Web: www.axiooworld.com.
Harga kisaran*: Rp 4,8 juta
 
 Sesudah merilis album St. Anger pada 2003, Metallica tampaknya sempat mengalami apa yang dinamakan kegamangan musikalitas, sebab usaha mereka untuk berevolusi dengan sound yang "mentah" dan "kering" dalam album tersebut hanya menghasilkan keberhasilan yang biasa saja.Kegamangan tersebut membuahkan perpisahan Metallica dengan produser musik lama mereka, Bob Rock. Setelah itu, mereka langsung menggandeng produser rock bertangan dingin, Rick Rubin, yang terkenal akan kesaktiannya memoles album grup-grup hebat seperti U2, Linkin Park, dan Audioslave menjadi lebih bernyawa.Sesudah melalui proses rekaman selama satu tahun lebih, akhirnya album Death Magnetic lahir. Album ini mengembalikan lagi semangat Metallica era 1980-an, yang bersifat epik, skilfull, dan mengandalkan kecepatan. Semangat itu sempat hilang pada 1990-2000-an.Dua minggu setelah dirilis, album ini sudah mampu bertengger di puncak tangga-tangga lagu AS. Media memberitakan, dalam waktu tiga hari pertama beredar, album ini meraih angka penjualan 500.000 keping.Album ini dibuka oleh That Was Just Your Life, yang dimulai dengan suara detak jantung, seolah mewakili nyawa album ini. Setelah itu, telinga anda akan digempur oleh riff-riff metal bertensi tinggi serta melodi gitar ala guitar hero pada 1980-an.The End of the Line menjadi lagu metal "tergagah" di album ini. Lagu itu memang sangat pantas digelar di venue konser metal besar yang dipadati ribuan metalheads berambut gondrong dan siap ber-headbanging  bersama.Album ini juga berisi sebuah lagu instrumental yang sekaligus menjadi lagu dengan durasi terpanjang dalam album ini  (9 menit lebih). Meskipun aransemen lagu tersebut metal, Kirk Hammet memainkan melodi gitar melodius dan hangat ala gurunya, Joe Satriani.Jika anda sempat menyimak lagu The Unforgiven serta The Unforgiven 2 pada album-album Metalica sebelumnya, trilogi The Unforgiven dituntaskan dalam album ini. The Unforgiven 3 ada pada track ketujuh.The Day that Never Comes menjadi single pertama album ini. Bagian awalnya mengingatkan kita kepada lagu-lagu balada milik grup-grup legendaris Deep Purple dan Soneta. Silakan simak saja jika tak percaya. Di bagian akhir lagu tersebut, mereka kembali menjadi Metallica dengan memperdengarkan dentuman dan hentakan progressive metal yang ditingkahi melodi dan sound gitar yang absurd dan "gila" ala Steve Vai. Klimaks lagu itu memang terletak di bagian akhir.Metallica merupakan salah satu band metal tersukses. Mereka menginspirasi banyak grup metal dunia. Meskipun oleh para metalheads idealisme mereka dianggap "banci" dan terlalu komersial, fakta membuktikan bahwa gempuran musik mereka mampu membuahkan sukses yang luar biasa. Bahkan, pecahan grup ini menjadi grup metal yang tak kalah suksesnya, yaitu Megadeth. Jika anda penggemar metal klasik, album ini sangat layak untuk dikoleksi
Sesudah merilis album St. Anger pada 2003, Metallica tampaknya sempat mengalami apa yang dinamakan kegamangan musikalitas, sebab usaha mereka untuk berevolusi dengan sound yang "mentah" dan "kering" dalam album tersebut hanya menghasilkan keberhasilan yang biasa saja.Kegamangan tersebut membuahkan perpisahan Metallica dengan produser musik lama mereka, Bob Rock. Setelah itu, mereka langsung menggandeng produser rock bertangan dingin, Rick Rubin, yang terkenal akan kesaktiannya memoles album grup-grup hebat seperti U2, Linkin Park, dan Audioslave menjadi lebih bernyawa.Sesudah melalui proses rekaman selama satu tahun lebih, akhirnya album Death Magnetic lahir. Album ini mengembalikan lagi semangat Metallica era 1980-an, yang bersifat epik, skilfull, dan mengandalkan kecepatan. Semangat itu sempat hilang pada 1990-2000-an.Dua minggu setelah dirilis, album ini sudah mampu bertengger di puncak tangga-tangga lagu AS. Media memberitakan, dalam waktu tiga hari pertama beredar, album ini meraih angka penjualan 500.000 keping.Album ini dibuka oleh That Was Just Your Life, yang dimulai dengan suara detak jantung, seolah mewakili nyawa album ini. Setelah itu, telinga anda akan digempur oleh riff-riff metal bertensi tinggi serta melodi gitar ala guitar hero pada 1980-an.The End of the Line menjadi lagu metal "tergagah" di album ini. Lagu itu memang sangat pantas digelar di venue konser metal besar yang dipadati ribuan metalheads berambut gondrong dan siap ber-headbanging  bersama.Album ini juga berisi sebuah lagu instrumental yang sekaligus menjadi lagu dengan durasi terpanjang dalam album ini  (9 menit lebih). Meskipun aransemen lagu tersebut metal, Kirk Hammet memainkan melodi gitar melodius dan hangat ala gurunya, Joe Satriani.Jika anda sempat menyimak lagu The Unforgiven serta The Unforgiven 2 pada album-album Metalica sebelumnya, trilogi The Unforgiven dituntaskan dalam album ini. The Unforgiven 3 ada pada track ketujuh.The Day that Never Comes menjadi single pertama album ini. Bagian awalnya mengingatkan kita kepada lagu-lagu balada milik grup-grup legendaris Deep Purple dan Soneta. Silakan simak saja jika tak percaya. Di bagian akhir lagu tersebut, mereka kembali menjadi Metallica dengan memperdengarkan dentuman dan hentakan progressive metal yang ditingkahi melodi dan sound gitar yang absurd dan "gila" ala Steve Vai. Klimaks lagu itu memang terletak di bagian akhir.Metallica merupakan salah satu band metal tersukses. Mereka menginspirasi banyak grup metal dunia. Meskipun oleh para metalheads idealisme mereka dianggap "banci" dan terlalu komersial, fakta membuktikan bahwa gempuran musik mereka mampu membuahkan sukses yang luar biasa. Bahkan, pecahan grup ini menjadi grup metal yang tak kalah suksesnya, yaitu Megadeth. Jika anda penggemar metal klasik, album ini sangat layak untuk dikoleksi































