Senin, 22 Desember 2008

Tempat Liburan Murah

Liburan sekolah telah tibaaa,,, apakah anda sudah mendapatkan tempat berlibur yang bagus dan murah ? Jika anda sudah bosan berlibur di dalam negeri ? ada tempat hiburan di luar negeri yang sangat murah dan indah.... Pilih salah satunya di bawah ini !!!

Fez, MarokoFez

disebut-sebut sebagai pusat kebudayaan Maroko, Afrika Utara, dimana tempat ini belum komersial. Kita bisa menginap di rumah-rumah tradisional dengan taman serta pemandangan indah dengan harga yang murah. Harga makanannya pun sangat terjangkau dan sangat lezat.

Budapest, Hungaria

Kalau anda pergi ke Eropa Barat, anda bisa mampir di Budapest. Di kota ini semua harga jauh lebih murah daripada kota di Eropa Barat lainnya lho. Ditambah dengan tempat-tempat eksotis seperti Buda Castle, sungai Danube yang membelah kota, dan masih banyak lagi, yang sayang untuk dilewatkan
Buenos Aires, Argentina
Kemerosotan ekonomi di Argentina memang sudah lewat, tapi harga-harga masih murah disana. Menginap di daerah yang elit saja, harganya tak jauh beda dari hotel-hotel di Indonesia. Kita juga bisa menikmati seni, makanan dan musik dengan suasana yang sangat khas loh
Cusco, Peru
Tempat Yang satu, dua tiga empat lima ( hhii ) ini merupakan tempat yang sangat indah untuk dikenang. Di Cusco, banyak bangunan arkeologi dari beberapa jaman yang bagus untuk didokumentasikan. Tempat ini juga salah satu tujuannya para backpacker dunia loh.
Panama City, Panama
Pantai dan kehidupan liar nan eksotis di Panama City masih belum banyak terjamah turis. Bisa membayangkan kan bagaimana indahnya tempay yang masih 'perawan'. Kebanyakan hotel berada di pusat kota, namun dengan harga yang masuk akal loh.

Koh LantaTulum, Meksiko
Tulum memang hanya berjarak sekitar satu setengah jam dari Cancun, tapi suasananya jauh dari hotel bertingkat dan hiruk pikuk kota besar. Pantainya masih sangat bersih dan banyak penginapan di pinggir pantai yang bagus, dan kita tak memerlukan AC disini karena bakal terbuai dengan angin pantainya.Koh Lanta, ThailandIni yang paling dekat dari Indonesia. Koh Lanta adalah pantai alternatif bagi yang ingin 'melarikan diri' dari Phuket yang ramai dipenuhi turis-turis. Soal harga, sepertinya kita nggak perlu bingung, dijamin nggak jauh beda dari Indonesia deh. ( V/\ )
Gimana sudah menemukan tempat hiburan anda.... klo bingung mending ke MD ( Main Dirumah )

(V/\)

Sabtu, 06 Desember 2008

Menerbangkan Teddy Bear ke Ruang Angkasa


Memang jarang sekali Inggris mengklaim kemenangan dalam persaingan teknologi ruang angkasa. Namun, beberapa murid sekolah menengah pertama dari Inggris ini berhasil menerbangkan empat boneka beruang atau teddy bear hingga 32 kilometer di atas permukaan Bumi.
Dua teddy bear diantaranya diberi nama MAT dan KMS sesuai dengan inisial murid yang membuat pakaian ruang angkasa untuk boneka ini. Boneka-boneka tersebut dilekatkan ke kotak yang dililit dengan lapisan alumunium dan foam berisi beberapa instrumen dan kamera.
Kedua boneka diterbangkan dengan balon helium Senin (1/12) dari Churchill College di Cambridge. Setelah balon melambung pada ketinggian 100.000 kaki, sebuah webcam sempat merekam perjalanan teddy bear ke ruang angkasa. Balon tersebut kemudian meletus dan boneka-boneka teddy bear kembali ke Bumi dengan dibantu oleh sebuah parasut yang terbuka secara otomatis.
Dalam perjalanan menuju ruang angkasa selama 2 jam dan 9 menit, teddy bear dilengkapi dengan radio yang mengirim sinyal pada tim misi di Bumi. Tim misi kemudian berhasil melacak lokasi pendaratan boneka teddy bear dengan menggunakan data kecepatan angin.
Boneka-boneka ini mendarat kembali dengan selamat ke Bumi atau tepatnya di sebuah lapangan yang terletak 4 mil barat laut Ipswich. Teddy bear mendarat tepat 50 mil dari lokasi peluncuran di Churchill College.
Teddy bear sempat menembus temperatur minus 53 derajad Celcius. Namun, boneka-boneka ini telah dilengkapi oleh pakaian khusus ruang antariksa yang dibuat oleh murid sekolah Churchill College.
Sensor temperatur dipasang pada dada teddy bear. Sensor itu terhubung ke sebuah laptop yang memungkinkan "kontrol misi" menghitung temperatur ekstrim yang dialami oleh keempat boneka.
Namun, misi yang dipimpin oleh mahasiswa aerodinamika Henry Hallam (21) itu mempunyai tujuan yang lebih serius ketimbang meluncurkan teddy bear ke luar angkasa. Tujuan eksperimen ini adalah memonitor kondisi cuaca di statosfer dan menentukan material yang menjadi insulasi terbaik terhadap temperatur membeku selama perjalanan teddy bear.

Pasukan India Perangi Teroris Terakhir di Taj Mahal


Pasukan Komando India memerangi teroris terakhir yang masih bertahan di Hotel Taj Mahal, Mumbai, India, Sabtu (29/11). Kemarin, Jumat (28/11), pasukan elite India itu berhasil menguasai pusat komunitas Yahudi.
Ketegangan masih berlangsung di Hotel Taj Mahal yang rusak oleh ledakan granat dan rentetan tembakan. Otoritas India menduga masih ada satu atau dua teroris di dalam hotel itu. Pemerintah India tidak mengizinkan siaran langsung pertempuran yang terjadi di hotel tersebut. Alasannya, pihak teroris diyakini memantau berita dan dikhawatirkan akan mengganggu operasi pembebasan Taj Mahal.Sampai dengan Jumat sore setidaknya sembilan teroris tewas dan satu orang ditahan, ujar salah seorang pejabat tinggi setempat. Drama terorisme yang berlangsung sejak Rabu (26/11) malam telah menewaskan 160 orang, 15 diantaranya adalah warga negara asing. Korban tewas juga jatuh dari pasukan India.

Membaca Rahasia di Perut Bumi


Bumi selalu dianggap berbentuk bulat dan mempunyai gravitasi yang sama di seluruh permukaannya. Kenyataannya tidak begitu. Karena massa di perut bumi memiliki kerapatan yang heterogen, maka terjadilah penyimpangan gaya gravitasi. Anomali itulah yang justru dicari para memburu minyak bumi dan para penambang.
Untuk menggambarkan bentuk bumi, ada beberapa model yang dipakai, di antaranya dipilih bentuk ellipsoida dan digunakan asumsi bahwa densitas (kerapatan) bumi homogen. Padahal, kenyataannya, kerapatan massa bumi itu heterogen yang juga diliputi air, batuan leleh, minyak, dan gas. Di permukaan bumi ada gunung-gunung yang memendam magma, sebagiannya ditutupi lautan, dan di bawahnya bersembunyi cekungan minyak. Daerah-daerah tersebut gaya beratnya lebih rendah dibandingkan dengan permukaan atau lapisan bumi yang padat dan rapat.
Dengan ditemukannya kondisi itu, bentuk ellipsoid bumi yang ideal tadi memiliki jarak dengan bentuk geoid, yaitu model bumi yang mendekati bentuk bumi sesungguhnya. Secara praktis geoid dianggap berimpit dengan permukaan laut rata-rata pada saat keadaannya tenang dan tanpa gangguan cuaca.
Jarak geoid terhadap ellipsoid itu—yang disebut undulasi geoid—jelas tidak sama di semua tempat, karena ketidakseragaman sebaran densitas massa bumi itu. ”Beda tinggi antara ellipsoid dan tinggi geoid sangatlah bervariasi dan besarnya bisa mencapai puluhan meter,” urai Joenil Kahar, pakar Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pengukuran ”geoid”
Peta geoid dibuat berdasarkan pengukuran gaya berat bumi di setiap tempat menggunakan alat ukur yang disebut dengan gravimeter. Pengukuran itu dilakukan dengan mengacu pada jejaring berupa garis-garis sejajar dengan kerapatan tertentu, yang direncanakan di atas peta.
”Bagi kegiatan survei pemetaan, geoid digunakan untuk acuan tinggi rupa bumi atau topografi,” kata Jacub Rais, pakar geomatika yang juga guru besar emeritus di ITB.
Untuk keperluan aplikasi geodesi, geofisika, dan oseanografi dibutuhkan juga geoid dengan ketelitian yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan memadukan sistem global positioning system (GPS) yang dapat mengukur ketinggian permukaan bumi di mana pun dan kapan pun, serta tidak tergantung cuaca di seluruh permukaan bumi.
Dalam bidang geodesi, informasi geoid yang teliti ini dipadukan dengan sistem GPS dalam penentuan tinggi ortometrik digunakan untuk berbagai keperluan praktis, seperti pembangunan infrastruktur bangunan, bendungan, dan saluran irigasi.
Teknik pengukuran aerial gravitasi adalah menempatkan alat gravimeter di pesawat terbang yang mengudara dengan kecepatan, tinggi, dan arah tertentu, banyak digunakan setelah era GPS, karena memberi akurasi posisi yang sangat teliti.
Adapun teknik pengukuran dari antariksa dengan menempatkan sensor gravitasi pada satelit, baru diterapkan pada era milenium ini dengan diluncurkannya satelit gravitasi, seperti Champ, Grace, dan Goce.
Data gravitasi ini diaplikasikan antara lain untuk pencarian sumber daya alam, seperti mineral, hidrokarbon, gas, geotermal, dan hidrologi. Selain itu, juga untuk mengetahui deliniasi struktur bumi yang berhubungan dengan bencana alam, seperti patahan, tanah longsor, dan gunung api.
Informasi geoid yang dibuat dari data gaya berat diperlukan untuk penerapan sistem tinggi dengan teknik satelit, seperti GPS, Galileo, dan Glossnas, serta unifikasi sistem tinggi untuk pemetaan serta menunjang penelitian kenaikan paras muka laut dan sirkulasi arus laut.
Di Indonesia
Pengukuran gaya berat di Indonesia, ujar Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Rudolf W Matindas, telah lama dilakukan oleh perusahaan minyak di Jawa dan Sumatera. Namun, cakupannya tergolong sempit. Data itu selama ini dirahasiakan perusahaan itu karena dapat mengungkap kondisi lapisan permukaan bumi yang memiliki cekungan minyak. Sementara itu, di luar Pulau Jawa dan Sumatera boleh dibilang hingga kini minim data gaya berat, bahkan Papua masih tergolong blank area.
Penyediaan data gaya berat secara nasional untuk keperluan pembangunan di daerah dilakukan Bakosurtanal dengan menggandeng Denmark Technical University.
Untuk mempercepat survei gravitasi ini dipilih wahana pesawat terbang, yang menurut Koordinator Survey Airborne Gravity Indonesia (SAGI) 2008, Fientje Kasenda, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan survei di darat atau teresterial dan satelit. Dengan pesawat terbang jangkauan lebih luas dan cepat untuk medan yang berat, seperti hutan, pegunungan, dan perairan dangkal hingga pesisir. Selain itu juga memberikan kesinambungan data antara laut dan darat. Resolusi data lebih baik dibandingkan dengan satelit. Biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih murah.
Dalam program Bakosurtanal, tutur Matindas, SAGI tahap pertama dilakukan di seluruh Sulawesi, sebagai daerah yang memiliki topografi yang kompleks. Diharapkan survei gaya berat dan pembuatan peta seluruh Indonesia dapat diselesaikan pada tahun 2012.

Australia Klasifikasi 113 Spesies Baru Ikan Hiu dan Pari


Dengan teknik pemindaian DNA, para ilmuwan Australia berhasil mengidentifikasi 113 spesies baru ikan hiu dan pari yang hidup di benua tersebut. Sebagian di antara ikan-kan tersebut sebelumnya dianggap satu spesies namun teryata memiliki sifat genetika berbeda sehingga dipisahkan.Jika dilihat sekilas, sebagian di antaranya terlihat sangat mirip sehingga sulit dibedakan. Bahkan, beberapa hidup di habitat yang sama dan seringkali berenang bersama-sama. "Dalam beberapa kasus, yang sebelumnya dikira satu spesies ternyata menjadi lima spesies," ujar Peter Last, taksonom yang memimpin proyek CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research organization) ini. Setengah dari spesies tersebut merupakan endemik dan hanya ditemukan di Australia. Dengan klasifikasi baru ini menempatkan Australia sebagai hunian bagi sepertiga spesies hu dan pari di seluruh dunia. Spesies-spesies yang baru teridentifikasi tersebut sebagain sudah sangat langka dan terancam punah karenanya. Di antaranya ikan hiu dan pari raksasa dari sungai utara, maugean skate, dan hiu gulper.
"Kami telah me-review hampir semua fauna hiu dan ikan pari," ujar Last. Untuk mempelajari spesies ikan hiu dan pari asal Australia yang tersebar di museum-museum di Australia, Selandia Baru, dan Inggris dibutuhkan waktu sekitar 18 bulan.

Simpanse Lebih Suka Makanan yang Dimasak


Andai dapat melakukannya sendiri, hewan ternyata juga lebih suka mengonsumsi makanan yang dimasak terlebih dahulu. Selain lebih mudah dikunyah, makanan yang dimasak lebih mudah dicerna organ pencernaan.Nenek moyang manusia mungkin menyadari manfaat tersebut sehingga memilih memasak makanannya. Sayangnya, bukti-bukti yang mendukung pendapat tersebut sulit ditemukan.Salah satunya mungkin dapat dilihat dari hasil penelitian terbaru terhadap kera besar untuk menilai makanan yang dimasak dan tidak. Kera besar dan manusia memiliki sifat genetika yang sebagian besar sama.Penelitian yang dilakukan Victoria Wobber dan mahasiswa bimbingannya di Universitas Harvard menyediakan dua jenis makanan kepada beberapa spesies kera besar. Bonobo, gorila, dan orangutan ternyata tak terlalu memilih-milih makanan yang dimasak atau tidak. Kecuali untuk daging sapu, mereka lebih suka yang dipanggang. Hal yang cukup berbeda terlihat pada simpanse, kera besar paling dekat kekerabatannya dengan manusia dan diketahui memiliki 98 persen DNA seperti manusia. Simpanse jelas lebih suka wortel, kentang manis, dan daging sapi yang dimasak daripada dalam bentuk mentah. Namun, mereka tak memilih-milih kentang putih dan apel yang dimasak karena tidak mengalami perubahan rasa yang berarti. Sebelumnya hewan lain juga diketahui lebih menyukai makanan yang dimasak. Misalnya, kucing yang menyukai daging matang atau tikus yang lebih suka gandum yang dimasak. Meski jarang atau bahkan tak pernah menemukan makanan yang dimasak, hewan ternyata lebih menyukainya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mungkin mencoba memasak makanan begitu punya kesempatan untuk mencobanya di masa lalu dan mewariskannya hingga kini.

Burung Berdada Oranye Spesies Baru dari Gabon


Seekor burung yang memiliki warana dada oranye cerah yang hidup di pedalaman hutan Gabon, Afrika dipastikan sebagai spesies baru. Para ilmuwan telah memberinya nama Stiphrornis pyrrholaemus dan menyebutnya burung robin hutan berpunggung olive,abu-abu kehijauan.Tes genetika memastikan burung yang memiliki panjang sekitar 12 centimeter dan berat 14 gram itu memiliki keunikan dibanding spesies burung sejenis. Tim peneliti dari Institut Smithsonian yang menemukan burung tersebut melaporkannya dalam jurnal Zootaxa terbaru."Saya mulai penasaran saat menemukannya untuk pertama kalinya di Gabon sejak tidak ada deskripsi spesies yang sesuai dalam panduan lapangan," ujar Brian Schmidt, ahli burung dari Museum Nasional Smithsonian seperti dilansir Reuters. Penampilan yang paling mencolok dan membedakannya dengan burung lainnya adalah titik berwarna putih di dekat kedua matanya.Seperti dideskripsikan dalam jurnal ilmiah, burung yang berjenis kelamin jantan memiliki bulu kerongkongan dan dada berwarna oranye, perut kuning, punggung olive, dan kepala hitam. Sementara burung betina memiliki warna mirip namun sedikit lebih cerah.Meski penemuan spesies robin hutan berpunggun olive ini bukan tujuan utama proyek kami, hal tersebut sungguh pengingat bahwa dunia masih penuh kejutan," ujar Schmidt yang menemukannya secara tak sengaja.

Kenapa Lalat Sulit Dipukul?


Sudah berapa kali Anda berhasil memukul lalat dengan tangan? Sulit bukan? Rahasia di balik kemampuan tersebut kini telah diketahui penjelasannya.
Selama 20 tahun meneliti biomekanika sayap lalat, Michael Dickinson dari Institut Teknologi California (Caltech) baru memecahkannya sekarang. Itu pun karena dia selalu penasaran terhadap pertanyaan yang sederhana dan sering dilontarkan banyak orang yang ditemuinya.
"Sekarang saya punya jawabannya," ujar Dickinson yang melakukan penelitian bersama Esther M dan Abe M Zarem. Ia menemukan rahasia tersebut setelah merekam manuver sejumlah lalat yang terancam pukulan menggunakan kamera digital yang dapat merekam dengan kecepatan dan resolusi tinggi.
Mereka menemukan bahwa lalat dapat mengenali ancaman berdasarkan lokasi. Otanya akan menghitung seberapa jauh ancaman terhadapnya sebelum memutuskan untuk mengepakkan sayap dan kabur.
Setelah memprediksi arah ancaman, kakinya bertumpu untuk terbang ke arah yang berlawanan. Semua persiapan meloloskan diri dapat dilakukannya dengan sangat cepat, hanya 100 milidetik setelah ia mendeteksi adanya bahaya.
"Ini menunjukkan begitu cepatnya otak lalat memproses informasi sensorik menjadi respons gerakan yang sesuai," ujar Dickinson. Bahkan, lalat mengatur postur tubuhnya sesuai besar ancaman.
Artinya, lalat telah mengintegrasikan dengan baik antara informasi visual dari mata dan informasi metasensorik di kakinya. Temuan ini memberikan petunjuk mengenai sistem saraf lalat dan menunjukkan bahwa di otaknya terdapat sistem pemetaan posisi ancaman.
"Ini sebuah transformasi rangsangan menjadi gerakan yang sedikit kompleks dan penelitian berikutnya mencari bagian otak yang mengaturnya," ujarnya.
Dari sistem tersebut, Dickinson juga dapat menyarankan cara paling efektif memukul lalat. Menurutnya, waktu terbaik memukul lalat bukan saat posisinya siap terbang sehingga waktu yang dibutuhkannya untuk mengantisipasi ancaman tersebut relatif lebih lama. Tentu tak mudah melakukan gerakan akurat kurang dari 100 milidetik.

Dinosaurus Tumbuh Cepat Agar Tak Dimakan


Dinosaurus bermoncong bebek yang menjadi makanan favorit Tyrannosaurus Rex tumbuh "gila-gilaan" dari telur hingga dewasa untuk mencegah dirinya menjadi mangsa predator ganas itu. Demikian hasil penelitian yang diumumkan Rabu (6/8).
Dinosaurus jenis Hypacrosaurus tumbuh tiga hingga lima kali lebih cepat dibanding semua pemangsanya, termasuk T-rex. Mereka juga memiliki anak dalam usia muda agar populasinya cukup banyak untuk menjaga keberadaan jenisnya. "Saat dinosaurus berparuh bebek tumbuh dewasa, T-rex baru separuh tumbuh," kata peneliti Drew Lee. Begitu dewasa, dinosaurus pemakan tumbuhan yang hidup 67 juta hingga 80 juta tahun lalu itu menjadi sebesar T-rex yang tingginya lebih dari 9 meter. Namun, mereka tidak memiliki tanduk atau perisai untuk mempertahankan diri.
Oleh karenanya mereka mempertahankan populasi dengan tumbuh sangat cepat, yakni 10-12 tahun dari bayi menjadi dewasa, dibanding T-rex yang perlu 20-30 tahun. "Kami sungguh terkesan dengan kecepatan tumbuh mereka," ujar Lisa Cooper, seorang mahasiswa doktoral di Universitas Negeri Kent di Ohio.
Adapun para peneliti mengukur kecepatan tumbuh itu berdasar bagian tulang kaki mereka yang memiliki cincin-cincin seperti pohon yang merupakan indikator usia berdasar tahun. "Bila kita lihat potongan melintang tulang dari bayi dinosaurus, tampak jarak besar yang menunjukkan pasokan darah di mana mereka tumbuh sangat cepat," tambahnya.
Hypacrosaurus juga bereproduksi lebih cepat dan mencapai kedewasaan seksual pada usia dua atau tiga tahun. "Ini adalah salah satu keuntungan dalam mempertahankan populasi dan keberadaan jenis itu."

Spesies Ular Terkecil Ditemukan di Barbados


Ular terkecil di dunia tak lebih besar dari cacing tanah. Panjang tubuhnya saat dewasa tak lebih dari 10 cm. Pakar biologi evolusi dari Pennsylvania State University AS, S Blair Hedges, menemukan spesies tersebut di Barbados, pulau paling timur di Kepulauan Karibia. Penemuan tersebut akan dipublikasikan di jurnal Zootaxa edisi Senin (4/8) sebagai spesies baru dengan nama Leptotyphlops carlae yang diambil dari nama herpetolog Carla Ann Hass yang kebetulan istri Hedges.Perilaku dan kehidupan ekologinya masih belum banyak diketahui. Namun, Hedges telah memastikan secara fisiologi maupun genetika berbeda dengan 3.100 jenis ular yang telah ditemukan di seluruh dunia. Ular berwarna coklat itu memangsa serangga dan rayap dan termasuk ular yang tidak beracun. Hedges menemukannya di balik bebatuan dekat kawasan yang berhutan. Ular tersebut tergolong kelompok ular cacing yang biasa ditemukan di wilayah tropis. Ia mungkin jenis yang langka dan terancam punah. "Spesies baru dan eksotis masih ditemukan di Kepulauan Karibia meskipun hutan tropis yang tersisa sangat sempit," ujar Hedges. Penemuan satwa-satwa terkecil di Barbados menambah kekayaan hayati kawasan kepualaun di Amerika Tengah tersebut.
Struktur tubuh yang kecil juga menggambarkan keragaman genetika yang unik di kepulauan tersebut. Hal tersebut mungkin ada kaitannya dengan evolusi di mana makhluk hidup mengembangkan anggota tubuh yang paling sesuai dengan kondisi lingkungannya untuk bertahan hidup.
Para ilmuwan banyak menemukan hewan-hewan yang berukuran kecil sebelumnya. Selain ular terkecil di dunia, di wilayah Kuba juga dapat ditemui burung kolibri madu yang merupakan burung terkecil di dunia. Ular terkecil kedua juga ditemukan di Martinique. Tim Hedges sebelumnya juga menemukan katak terkecil di dunia di Kuba serta cicak terkecil di dunia di Republik Dominika.
"Ular tersebut mungkin mengalami seleksi alam sehingga hanya yang kecil yang bertahan," ujar Hedges. Jenis ular tersebut biasanya hanya menghasilkan satu keturunan sepanjang hidupnya atau menghasilkan satu butir telur setiap bereproduksi. Namun, bayi ular tergolong besar dengan ukuran setengah dari panjang ular dewasa. Sebagai perbandingan, bayi ular terbesar di dunia hanya memiliki panjang sepersepuluh ular dewasa. Misalny,a anak king kobra yang hanya sepanjang 36 cm meskipun ular dewasa dapat tumbuh hingga 5,5 meter."Fakta bahwa ular tersebut menghasilkan satu telur raksasa, relatif terhadap ukuran induknya, menunjukkan bahwa seleksi alam mencoba menjaga ukuran keturunan di atas batas kritis untuk bertahan hidup," Hedges menjelaskan

Ikan dan Udang Tahan Hidup di Kedalaman 2.300 Meter


Seekor ikan yang ditemukan di perairan Mid Atlantik Ridge di Samudra Atlantik sangat kuat karena dapat hidup di kedalaman hingga 2.300 meter. Tempat hidupnya tercatat sebagai rekor habitat terdalam bagi spesies ikan. Rekor terdalam yang pernah tercatat sebelumnya 1.400 meter."Pada kedalaman lebih dari 1.000 meter sulit menemukan hewan yang masih hidup," ujar Dr Bruce Shilito, pakar biologi kelautan dari Universite Pierre di Marie Curie, Paris, Perancis, yang melakukan penelitian menumpang kapal Porquoi Pas milik Ifremer, lembaga riset kelautan Perancis. Selain karena tekanan yang sangat tinggi, di kedalaman tersebut sulit mendapatkan sinar Matahari.Namun, ikan zoarcid (Pachycara saldanhai) ditemukan di dekat kawasan hangat di dasar laut. Di lokasi tersebut terdapat patahan yang menjadi jalur keluarnya gelembung-gelembung gas dari dalam perut Bumi.
Para peneliti berhasil menangkapnya dan membawa ikan tersebut ke permukaan laut dengan alat khusus yang dapat mengatur tekanan sekitarnya. Selain ikan, para peneliti juga mengambil spesimen udang Mirocaris fortunata dan Chorocaris chacei yang ditemukan pada kedalaman 1.700 meter serta Rimicaris exoculata dari kedalaman 2.300 meter.Hewan-hewan tersebut sangat peka terhadap perubahan tekanan. Saat diangkut ke permukaan dengan wadah bertekanan tinggi, ikan dan udang masih aktif dan bergerak naik turun. Namun, pada tekanan atmosfer dalam beberapa saat ikan-ikan itu tewas.Pada penelitian berikutnya, para peneliti Perancis itu akan mempelajari perilaku hewan-hewan yang aneh tersebut. Mereka akan menyiapkan kolam khusus pada ruangan bertekanan tinggi yang sesuai dengan habitatnya di alam.

Texas Diserbu Semut Gila

Bencana silih berganti mendatangi Benua Amerika. Setelah banjir dan angin ribut, kini berganti gelombang jutaan semut mendatangi Texas. Semut-semut itu merangsek ke rumah-rumah dan taman, menghuni meteran listrik, dan mengacaukan komputer.Makhluk berbulu coklat kemerahan itu dikenal dengan sebutan "semut rasberry gila" (Paratrenicha species near pubens). Gila karena mereka tidak berjalanan beriringan, tetapi berlarian ke sana kemari tanpa pola. Rasberry sendiri diambil dari nama Tom Rasberry, seorang pembasmi yang melawan mereka baru-baru ini."Makhluk itu sebesar lalat, lari ke sana kemari. Jumlahnya banyak sekali. Kalau Anda melihat balapan mobil, seperti itulah mereka. Larinya makin cepat saja. Mereka gila," kata Patsy Morphew, warga Pearland yang secara berkala menyapu hewan-hewan itu dari selasar dan menyerok mereka dari kolam renangnya, Rabu (14/5) atau Kamis (15/5).Semut ini diketahui telah menyebar ke lima county di Houston sejak diketahui pertama kali di Texas pada 2002. Diyakini baru-baru ini, semut itu sampai di wilayah itu melalui pelabuhan Houston. Para ilmuwan tidak terlalu yakin dari mana asal semut itu, tetapi spesies lain yang masih satu keluarga dengan semut itu diketahui tinggal di kawasan Karibia. "Pada titik ini, nyaris tidak mungkin memberantas mereka karena sudah menyebar ke mana-mana," kata Roger Gold, entomolog dari Texas A&M University.Tetapi masih ada berita baiknya. Mereka memangsa semut api yang selama menjadi teror saat musim panas di Texas. Mereka juga mengisap cairan manis dari tumbuh-tumbuhan, makan kumbang kecil yang menguntungkan tanaman, dan memangsa ayam bungkuk kecil yang nyaris punah, ayam padang Attwater. Mereka juga menggigit manusia, meski tidak sesakit gigitan semut api.Lebih buruk lagi, ternyata seperti jenis-jenis semut lain semut gila rasberry ini juga suka pada alat-alat listrik. Apa alasannya, hingga sekarang tak satu pun ilmuwan yang benar-benar paham.

Burung Bisa Melihat Medan Magnet Bumi


Perdebatan panjang selama empat dekade mengenai kemampuan burung mendeteksi medan magnet Bumi mulai terkuak sedikit demi sedikit. Para ilmuwan telah membuktikan rahasianya pada kedua mata burung yang selama ini dicari-cari.
Penjelasan tentang kemampuan burung mendeteksi medan magnet memicu perdebatan saat Klaus Schulten dari Universitas Illinois, AS mengungkapkan pendapatnya bahwa burung-burung migran pasti memiliki molekul-molekul di mata atau otak yang peka terhadap medan magnetik Bumi. Teori ini sudah dipelajari sekitar empat puluh tahunan, namun tak satu pun ilmuwan yang berhasil membuktikan adanya molekul tersebut.
Seperti dilansir jurnal ilmiah Nature, baru-baru ini para peneliti berhasil menemukan bahwa molekul tersebut mungkin cryptochrome. Henrik Mouritsen dari Universitas Oldenburg, Jerman menemukan bahwa protein tersebut terkandung dalam retina burung migran. Sel-sel protein juga diketahui aktif setiap petang menjelang saat burung tersebut tidak dapat mengandalkan cahaya untuk melihat benda-benda di sekitarnya.
Selama ini, cryptochrome banyak diketahui sebagai jenis protein yang sensitif terhadap cahaya. Protein ini diketahui berperan dalam mengatur jam biologi, seperti pengaturan tahap pertumbuhan pada tanaman dan waktu kawin.
Membuat tiruan bahkan menemukan protein cryptochrome tergolong sulit. Jadi, untuk mempelajarinya, digunakan senyawa yang memiliki sifat mirip yakni CPF (carrotenoid-porphyrin-fullerene). Jika diberi medan magnet, meskipun sangat kecil, senyawa ini bereaksi dengan melepaskan dua jenis radikal bebas.
Kolega Mouritsen, Peter Hore dari Universitas Oxford dapat mengatur konsentrasi radikal bebas sesuai medan magnet yang dipaparkan. Ia berpendapat, cryptochrome pada burung mungkin diaktifkan cahaya biru yang muncul saat senja dan mulai bekerja dengan mekanisme pelepasan radikal bebas tersebut untuk melihat medan magnet Bumi.
Namun, bagaimana burung mendeteksi medan magnet Bumi masih menjadi bahan perdebatan baru. Mouritsen yakin mata burung memiliki lapisan penglihatan ganda. Saat protein diaktifkan, layar visual akan berubah menjadi semacam panel radar yang akan melihat garis-garis medan magnet Bumi seperti pada pesawat.

Cicak Jenis Baru Ditemukan


Para peneliti Perancis telah berhasil menetaskan cicak jenis baru dari sebuah telur yang diambil dari suatu pulau di Pasifik Selatan. Telur itu dibawa sejauh 19.200 kilometer ke Paris dan menetas di sana.
Museum Sejarah Alam Nasional perancis mengatakan ini adalah kali pertama sebuah spesies kadal baru digolongkan berdasar satu individu yang ditetaskan dari telur.
Hewan yang dinamai Lepidodactylus buleli itu tinggal di puncak-puncak pohon yang tumbuh di sepanjang pesisir Espiritu Santo, salah satu pulau terbesar di Vanuatu, sebelah timur Australia. Ekspedisi 2006 ke Espiritu Santo untuk mempelajari ekosistem kanopi hutan berbuah dengan temuan cicak sepanjang 7,5 cm itu.
Ivan Ineich, seorang ahli reptil, mengatakan ia pertama kali melihat cicak itu saat seorang pemanjat pohon tidak sengaja menebasnya menjadi dua bagian. "Saya bertanya pada diri saya sendiri, hewan ini kelihatannya aneh. Namun saat itu saya tidak bisa memastikan apakah hewan ini adalah spesies baru," katanya.
Para pemanjat kemudian mengambil telur-telur cicak yang ada di atas pohon. Mereka mendapati sembilan telur yang kemudian dibungkus dalam tisu dan dibawa ke Perancis. Di sana telur-telur itu ditetaskan. Namun delapan di antaranya mati karena suhu dalam terrarium terlalu tinggi, sedangkan satu ekor hidup.

Cumi-cumi Alien Punya Tentakel Seperti Kaki


Jauh di gelapnya laut pada kedalaman 2,5 kilometer ternyata hidup cumi-cumi yang aneh. Cumi-cumi tersebut pantas disebut alien karena bentuk tubuhnya berbeda dengan cumi-cumi umumnya dan belum pernah ditemukan sebelumnya.
Cumi-cumi yang diperkirakan dari kelompok Magnapinna karena memiliki sirip besar itu memiliki tentakel panjang dan besar yang lebih mirip lengan. Bahkan bentuknya mirip kaki bersiku karena di bagian tengahnya dapat menekuk. Panjang tubuhnya sekitar 7 meter.
Dilihat dari perilakunya, lengan yang dimiliknya mungkin sangat kuat. Sebab, dalam hitungan detik, lengan cumi-cumi yang besar tersebut bergerak layaknya belalai gajah dan kemudian sebagian menekuk layaknya kaki yang bersiku.
Sosok cumi-cumi alien itu direkam kapal selam kecil tanpa awak yang membawa kamera bawah air milik perusahaan minyak Shell pada 11 November lalu di Teluk Meksiko sekitar 320 kilometer dari Houston, Texas, AS.
Video tersebut menunjukkan perlunya perhatian perusahaan penambang minyak untuk peduli terhadap pengaruh operasi dan pengeboran lepas pantai terhadap kehidupan bawah air yang belum banyak terjamah manusia

Inilah Sosok Monyet Terkecil yang Menghebohkan


Minggu lalu dunia dihebohkan dengan penemuan kembali monyet terkecil di dunia yang sudah lebih dari 80 tahun tidak pernah terlihat. Tarsius pumilus, demikian nama ilmiah spesies tersebut ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, oleh Sharon Gursky-Doyen dari antropologi Texas A&M University, AS.
Penemuan ini sangat penting karena spesies tersebut baru empat kali ditemukan sejak dideskripsikan tahun 1921. Sebelum Gursky-Doyen menemukannya, spesies tersebut pernah tertangkap tahun 2000. Adalah tim yang dipimpin Dr. Ibnu Maryanto, peneliti mamalia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tanpa sengaja menemukannya dalam jerat tikus yang dipasangnya di lantai hutan Lore Lindu.
"Jeratnya kan kita beri ikan asin. Mungkin ikan asin itu dikerumuni semut dan tarsius masuk," ujar Ibnu saat ditemui di sela-sela open house Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Cibinong, Bogor, Rabu (26/11). Sayang, tarsius tersebut mati karena jerat tersebut.
Ibnu mengaku kaget setelah mengetahui yang terjerat adalah jenis tarsius paling kecil. Ia kemudian menjadikannya spesimen penelitian yang kini diawetkan di MZB. Penemuan yang dipublikasikan dalam jurnal internasional menarik minat sejumlah peneliti dunia untuk "memburu" spesies langka tersebut.
Menurut buku "Mamalia Dilindungi Perundang-undangan Indonesia" terbitan LIPI Press tahun 2008, Tarsius pumilus yang juga disebut tarsius kerdil, krabuku kecil, atau ngasi dan tangkasi oleh penduduk lokal merupakan jenis tarsius paling kecil. Ukuran tubuhnya saat dewasa antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram. Panjang ekornya antara 197-205 milimeter.
Spesies ini memiliki kemiripan dengan Tarsius spectrum yang hidup menyebar di hampir semua wilayah Sulawesi. Namun, Tarsius pumilus tidak memiliki bintik yang pucat di samping telinga seperti Tarsius spectrum. Rambut ekornya juga lebih lebat dibandingkan tarsius pada umumnya.
Warna tubuhnya antara abu-abu hingga coklat dengan rambut muka merah kecoklatan. Jika primata lain umumnya memiliki kuku, tarsius memiliki cakar yang sangat berguna untuk memanjat. Ekor bersisik dengan rambut antara 60-70 persen. Kaki depan maupun belakang terkesan panjang.
Tarius kerdil hidup di hutan primer dengan tipe hutan berlumut pada ketinggian antara 1800-2200 meter. Saat ditemukan di Roreketimbu, hewan tersebut mendiami lubang-lubang perakaran tanah.
Selain Tarsius pumilus, setidaknya ada 6 spesies sejenis lainnya yang hidup di Indonesia dan 1 di Filipina. Bahkan, Ibnu yakin masih ada spesies baru Tarsius yang belum pernah diidentifikasi. Dalam ekspedisi berikutnya, ia berharap dapat menemukannya di daerah-daerah yang selama ini terisolasi dari daratan Sulawesi terutama pulau-pulau kecil sekitarnya.

Kehidupan Laut Antartika Lebih Beragam Daripada Galapagos


Pulau-pulau yang ada di sekitar kutub selatan khususnya Antartika ternyata dihuni ribuan makhluk hidup. Temuan ini menarik karena lingkungan di Antartika sangat dingin, tidak hangat seperti wilayah tropis.
Tim ilmuwan internasional yang terdiri 23 orang dari lima badan riset menemukan surga kehidupan laut yang tersembunyi di Kepulauan South Orkney, dekat batas terluar Antartika. Sebanyak 1.224 spesies ditemukan di sana dari bulu babi, moluska, serangga, hingga burung. Lima spesies di antaranya diperkirakan baru dari jenis lumut laut dan isopoda.
Jumlah ini sedikit lebih banyak daripada kekayaan organisme di Hawaii, Kepulauan Karibia, bahkan Kepulauan Galapagos yang hanya dihuni 800 jenis hewan laut. Sekitar sepertiga spesies yang ditemukan di South Orkney belum pernah ditemukan di sana sebelumnya, misalnya tiga jenis gurita, empat jenis siput laut, lima jenis bulu babi, dan satu jenis bintang laut.
"Kelimpahan yang tak diperkirakan sebelumnya di kawasan Antartika merupakan pembanding penting untuk memantau bagaimana hewan-hewan ini merespons lingkungan di masa depan," ujar David Barnes, seorang biolog kelautan dari British Antarctic Survey (BAS) yang memimpin penelitian ini.
Temperatur laut di Antartika telah mengalami kenaikan satu derajat Celsius dalam 50 tahun terakhir. Suhu udara di atasnya juga naik sedikit lebih rendah dalam periode yang sama. Hal tersebut diduga merupakan akibat pemanasan global yang dapat mengganggu kehidupan di muka Bumi. *

Gen Kanguru Menyerupai Gen Manusia


Kanguru Australia secara genetika serupa dengan manusia dan mungkin pertama kali berevolusi di China.
Beberapa ilmuwan Australia, Selasa (18/11), mengatakan, mereka untuk pertama kali telah memetakan kode genetika hewan khas Australia tersebut dan mendapati kebanyakan gen itu serupa dengan gen manusia. Demikian keterangan Centre of Excellence for Kangaroo Genomics, lembaga yang didukung pemerintah."Ada sedikit perbedaan, kami memiliki beberapa tambahan ini, kurang dari itu, tapi semuanya adalah gen yang sama dan banyak di antaranya memiliki susunan yang sama," kata Direktur lembaga tersebut Jenny Graves kepada wartawan di Melbourne."Kami mulanya mengira semuanya akan tercampur penuh, tetapi ternyata tidak. Ada banyak potongan genome manusia yang berada tepat di dalam genome kanguru," kata Graves, sebagaimana dilaporkan AAP.Manusia dan kanguru terakhir memiliki nenek moyang yang sama setidaknya 150 juta tahun lalu, demikian temuan para peneliti tersebut, sementara tikus dan manusia berpisah satu sama lain hanya 70 juta tahun lalu.Kanguru pertama kali berevolusi di China, tapi pindah melewati dataran Amerika ke Australia dan Antartika. "Kanguru adalah sumber informasi yang sangat besar mengenai seperti apa kita 150 juta tahun lalu," kata Graves

Tengkorak Budha Ditemukan di China


Arkeolog-arkeolog China mengklaim telah menemukan tengkorak Sidharta Gautama, pembawa ajaran Budha. Tengkorak tersebut tersimpan di dalam sebuah miniatur pagoda berumur 1000 tahun yang ditemukan di Nanjing, China bagian selatan pada Agustus lalu.
Pagoda empat tingkat setinggi 1,5 meter dan selebar 30 centimeter itu tersimpan dalam kotak besi yang terkunci rapat saat ditemukan di sebuah bekas kuil di kota tersebut. Bahan pagoda dari kayu yang disepuh perak dan diukir dengan emas, kaca berwarna, serta amber.
Di dalamnya terdapat peti dari emas yang berisi kotak perak berisi tulang. Diyakini, tulang tersebut adalah bagian dari tengkorak Sidharta Gautama. Meski demikian, para arkeolog belum dapat memastikannya karena peti tersebut masih tertutup rapat. Mereka hanya melihatnya dengan melakukan pemindaian. Pagoda tersebut masih disimpan di museum.
"Pagoda ini mungkin unik, satu-satunya yang mengandung bagian tengkorak Budha," ujar Qi Haning, kepala arkeolog di Museum Nanjing. Para arkeolog yakin pagoda tersebut adalah satu di antara pagoda peninggalan Raja Asoka yang sengaja membuatnya untuk menghormati Sang Budha.
Raja Asoka yang merupakan salah satu penguasa India paling tersohor menjadi pemeluk Budha usai perang berdarah di Orissa. Ia dikenal sebagai salah satu penyebar agama Budha di jazirah Asia, dari Pakistan hingga Afghanistan dan Iran.
Pada tahun 2001, pernah ditemukan kotak yang diduga berisi rambut Sidharta Gautama. Namun, pemerintah China memutuskan untuk tidak membuka kotak tersebut karena takut merusak isi di dalamnya.

Pelataran Persembahan Jaman Majapahit Ditemukan


Balai Arkeologi atau Balar Yogyakarta yang mengeksplorasi situs-situs di Pegunungan Kendeng Selatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menemukan pelataran persembahan yang diperkirakan berasal dari zaman akhir kejayaan Kerajaan Majapahit. Lokasi penemuan itu berada di Dukuh Nglaren, Desa Sentono, Kecamatan Kradenan.
Pelataran itu berada di bukit karst (kapur) di atas belokan Sungai Bengawan Solo. Di sekitar pelataran itu terdapat tumpukan batu bata dan sejumlah batu andesit yang berserak. Arkeolog Balar Yogyakarta, Gunadi, Rabu (19/11) di Blora, mengatakan Balar baru menggali sebagian pelataran itu dan menemukan tumpukan batu yang membentuk anak tangga. Batu itu terdiri dari batu andesit atau batu gunung berapi dan bata yang besarnya sekitar satu setengah kali besar batu bata biasa. "Batu-batu itu disusun di atas lantai batu karst yang sudah diratakan," kata dia.
Gunadi mengemukakan perpaduan tiga batu itu menunjukkan semakin pesatnya peradaban dan pencampuran budaya Hindu-Buddha. Perpaduan batu itu menunjukkan juga pengaruh kerajaan yang mendirikan pelataran itu sangat luas. Pengaruh itu tampak dari penggunaan batu andesit yang tidak mungkin berasal dan didapat di Blora, melainkan diimpor dari daerah yang ada gunung apinya. Hal itu mengingat daerah Blora merupakan daerah karst.
"Kami masih akan melanjutkan penelitian dan penggalian lagi. Selain itu, kami akan menggandeng sejumlah ahli lain untuk menentukan tahun dan zaman asal bangunan itu," kata dia.

Serpihan Meteor Ditemukan di Kanada


LLOYDMINSTER, JUMAT — Para ilmuwan mengklaim telah menemukan serpihan meteor yang bercahaya terang melintas di langit sebelum akhirnya jatuh di wilayah Kanada pada awal bulan ini.Seperti dilaporkan AP, Sabtu (29/11), ilmuwan dari Universitas Calgary, Alan Hildebrand, dan seorang lulusannya Ellen Milley menemukan sejumlah serpihan meteor di dekat Battle River sepanjang daerah perbatasan Alberta-Saskatchewan, dekat kota Lloydminster akhir Kamis kemarin.Mereka mengatakan, kemungkinan terdapat ribuan serpihan meteorit yang tercecer di daerah seluas 18 kilometer persegi yang tersebut merupakan wilayah dataran tandus dan tidak berpenghuni. Penduduk di daerah Manitoba, Saskatchewan, dam Alberta sempat dibuat terpesona oleh fenomena benda langit bercahaya yang menerangi langit di tiga provinsi tersebut pada 20 November lalu. Saksi mata melaporkan mereka mendengar suara dentuman sonik yang bergemuruh dan kilatan yang menyala seterang matahari.Hildebrand, yang juga bertugas memantau pemunculan meteor bersama Badan Antariksa Kanada, memperkirakan meteor tersebut dapat terlihat dari jarak sejauh 434 mil (698 kilometer) hingga ke wilayah Utara Amerika Serikat.

Sebuah Planet Asing Dekati Kiamat



JAKARTA, SELASA - Sebuah planet asing yang baru ditemukan sangat istimewa karena mengorbit bintang yang tengah sekarat. Planet semacam ini dicari-cari karena dapat membantu para astronom mempelajari proses hancurnya planet. Hal tersebut akan membuka pengetahuan baru mengenai proses terjadinya kiamat di tata surya.
Planet asing tersebut jenis palnet gas dan berukuran enam kali Planet Jupiter. Ia mengorbit bintang raksasa merah bernama HD 102272 yang berada di rasi bintang Leo, 1200 tahun cahaya dari Bumi (1 tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer). Di bintang ini sebelumnya pernah ditemukan planet lain namun dengan jarak orbit lebih jauh.
Bintang-bintang berukuran kecil dan sedang seperti Matahari diyakini akan berangsur-angsur berubah menjadi bintang raksasa merah seiring berkurangnya emisi energi nuklir yang dilepaskannya. Begitu hidrogennya habis dilepaskan, inti bintang akan mengembang lalu mulai membakar helium. Bagian permukannya akan menggembung hingga 100 kali ukuran aslinya. Saat Matahari berubah sebesar itu, Bumi dan sejumlah planet mungkin telah hancur.
"Saat bintang-bintang raksasa merah mengembang, mereka akan melahap planet-planet terdekat," ujar Alexander Wolszczan, seorang pakar astrofisika dari Pennsylvania State University yang merekam planet baru itu dengan Hobby-Eberly Telescope di Observatorium McDonals, Texas, AS. Ia dan timnya menggunakan teknik pemantauan gejolak cahaya saat planet melakukan transit atau melintas di depan bintangnya.
Planet yang baru ditemukan hanya berjarak 0,6 AU (1 astronomical unit setara dengan jarak Matahari-Bumi). Ini merupakan jarak terdekat sebuah planet dengan bintang raksasa merah yang pernah terekam sejauh ini. Bintangnya sendiri baru 10 kali lipat ukuran Matahari dan akan terus mengembang hingga 100 kali lipat.
"Planet itu sendiri mengorbit bukan di ruang hampa melainkan gas yang dihembuskan akibat gejolak bintang. Jadi, energi untuk mengorbit terganggu gesekan atmosfernya dengan gas dan akhirnya mulai limbung bergerak spiral," jelas Wolszczan. Bagaimana akhir cerita planet tersebut, Wolszczan mengatakan mungkin belum akan terjadi dalam 100 juta tahun ke depan. Matahari sendiri membutuhkan waktu 5 miliar tahun untuk berubah menjadi bintang raksasa merah.

Misteri Ledakan Bintang Abad ke-16 Terpecahkan


NEW YORK, KAMIS — Kilatan cahaya terang di langit yang mengejutkan astronom Denmark, Tycho Brahe, lebih dari 400 tahun lalu bukanlah sesuatu yang aneh. Setidaknya setelah tim ilmuwan mengungkap rahasia di balik terjadinya peristiwa yang jarang terlihat kasat mata tersebut.
Sejauh ini, para ilmuwan yakin bahwa cahaya terang tersebut berasal dari ledakan bintang atau supernova. Namun, apa jenis supernova yang menyebabkannya masih menjadi teka-teki alam sampai kini.
Penelitian terakhir yang dimuat jurnal Nature menyimpulkan bahwa cahaya terang tersebut berasal dari ledakan bintang kembar jenis kerdil putih (white dwarf). Kesimpulan tersebut diperoleh setelah gabungan ilmuwan dari Jerman, Jepang, dan Belanda yang mengamati pantulan cahaya yang dihasilkan setelah bertahun-tahun.
Cerita mengenai peristiwa yang disebut supernova Tycho mulai menyebar pada 11 November 1572. Saat itu Brahe terkejut saat melihat cahaya terang di langit yang diduga sebagai bintang baru yang sangat terang di sekitar rasi bintang Cassiopeia. Namun, cahaya seterang Planet Venus tersebut ternyata hanya bertahan selama dua minggu dan hilang sepenuhnya setelah 16 bulan kemudian.
Karena belum ada teleskop saat itu, Brahe mencatatnya secara detail. Tidak seperti bulan atau planet, posisi obyek bercahaya tersebut tidak begerak relatif terhadap bintang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa cahaya berada jauh di belakang. Sesaat peristiwa tersebut menjadi pemandangan yang indah karena berada di tempat yang sama. Sejak peristiwa itu, Brahe berkomitmen untuk mempelajari bintang secara lebih intensif dan memulai tradisi astronomi modern.
Cahaya yang dihasilkan ledakan bintang tersebut memang sudah melewati Bumi jauh ratusan tahun lalu. Namun, debu dan gas yang dihasilkannya masih tercecer di luar angkasa sehingga peristiwa tersebut masih bisa dilacak. Penelitian terbaru juga dilakukan berdasarkan analisis terhadap pantulan gelombang yang masih dapat tercatat saat ini.

NASA Tunda Misi Pencarian Kehidupan di Mars


WASHINGTON, JUMAT - NASA menunda peluncuran sebuah misi robot ke Mars yang akan menyelidiki apakah Planet Merah itu mampu menopang kehidupan. Semula, badan antariksa AS itu merencanakan pengiriman robot pada tahun 2009, namun karena kendala teknis hal itu baru akan dilakukan pada 2011.Administratur NASA Michael Griffin, Kamis (4/12) mengatakan, misi Mars Science Laboratory terpaksa ditunda, antara lain karena permasalahan pada motor di robot penjelajah beroda yang akan beroperasi di permukaan Planet Merah itu.Misi tersebut dirancang untuk menyelidiki apakah lingkungan Mars bisa atau pernah bisa menopang kehidupan mikroba. "Saya memiliki keyakinan penuh tim JPL (Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena, California) bisa bekerja mengatasi kesulitan-kesulitan, namun kami telah memastikan bahwa melakukan upaya pada 2009 akan membuat kami menanggung terlalu banyak risiko -- lebih dari yang saya pikirkan bagi sebuah misi kapal pemandu seperti Mars Science Laboratory," kata Griffin pada jumpa pers."Sebuah misi seperti ini urutan kepentingannya berada di belakang misi berawak," katanya. Ia menambahkan, jika badan antariksa AS itu bisa menunda peluncuran itu selama beberapa bulan, hal itu mungkin akan mengatasi masalah."Namun peluang peluncuran bagi Mars tidak memungkinkannya. Peluang datang setiap 26 bulan. Maka kami harus melakukannya pada 2009 atau pada 2011," tambah Griffin. Peluang peluncuran itu dipengaruhi oleh lokasi planet-planet ketika mereka mengorbit matahari.

Endeavour Pulang dengan Selamat


LOS ANGELES,SENIN-Pesawat ulang alik Endeavour pulang ke bumi dengan selamat setelah menjalankan misi 16 hari menambah ruang tinggal di Stasiun Antariksa Internasional.Endeavour mendarat di Pangkalan Angkatan Udara Edwards di California, Minggu (30/11) sore waktu setempat.
Sebelumnya Badan Antariksa Amerika (NASA) menjadwalkan pendaratan Endeavour di Pusat Antariksa Kennedy, Florida. Namun, karena cuaca buruk di kawasan itu, pendaratan dialihkan ke California.Komandan misi, Christopher Ferguson mengatakan, meskipun ada beberapa masalah kecil, para awak berhasil menyelesaikan semua hal yang harus dilakukan. Menurut Ferguson, ia sangat puas dengan hasil misi ini.Selama di antariksa, para awak Endeavour memulai tugas meningkatkan kapasitas tempat tinggal stasiun antariksa dari untuk tiga orang menjadi enam orang, pada pertengahan tahun depan.
Para awak Endeavour memasang sebuah toilet baru, memperluas ruang tidur, menambah dapur dan ruang gerak badan, dan sistem pendauran ulang air minum.

New Field Could Explain How Salmon, Turtles, Find Home


Sea turtles and salmon may use their sensitivity to Earth's magnetic field to guide them home at the end of their epic coming-of-age journeys, suggest scientists aiming to solve one of nature's enduring mysteries.
The newly proposed theory is one of several ideas being explored under the banner of an emerging scientific field dubbed movement ecology.
According to the field's proponents, the study of movement is central to understanding where animals and plants live, how they evolve and diverge, and why they become extinct.
By making movement central to ecological studies, scientists hope general theories about movement will emerge.
Such theories could, for example, help scientists predict how organisms will respond to global climate change and prevent the spread of pests and diseases.
Kenneth Lohmann, a marine scientist at the University of North Carolina, Chapel Hill, applied the concept of movement ecology to sea turtles and salmon.
His aim was to develop a hypothesis for how such animals navigate to their natal areas from distant oceanic locations.
Juvenile sea turtles and salmon leave their birthplaces with an inescapable wanderlust, swimming hundreds or even thousands of miles away.
But after years on the high seas, the biological urge to reproduce calls the creatures home, and they return to the very spots in which they were born.
How they do this has eluded scientists for decades. Lohmann says the secret to the marine animals' navigational success may lie in the variability of Earth's magnetic field.
Each coastal area has a unique magnetic signature, he said.
Previous studies, including work in Lohmann's lab on sea turtles, indicated both the turtles and salmon are sensitive to the magnetic field.
"What we're proposing is the sea turtles and salmon, when they begin life, basically learn, or imprint, on the magnetic field that marks their home area," Lohmann said.
"They retain this information. And years later, when it is time for them to return, they are able to exploit this information in navigating back to their home area."
Once the animals reach their native coastal areas, other senses, such as vision or smell, may guide them the rest of the way. Salmon, for example, are known to use smell to locate spawning grounds once the fish are nearby.
Lohmann and colleagues propose the theory in a paper published this week in a special package about movement ecology in the journal Proceedings of the National Academy of Sciences.
"We are excited about [the theory], because it really is the first plausible explanation for how sea turtles and salmon might be able to return," he said.
An Ancient Idea
Some 2,300 years ago, the Greek philosopher Aristotle searched for common features that unified animal movements of all types, noted Ran Nathan, an ecologist at the Hebrew University, Jerusalem.
This kicked off a long tradition of movement-ecology research.
But over the years, Nathan said, researchers have focused on different types of movement in specific species or landscapes, without looking at how different patterns impacted each other.
These scientists "never meet each other, they never talk to each other, they never go to the same conference, they publish in different journals," Nathan said.
In an effort to bring the scientific community together, Nathan led a yearlong project to establish a unifying framework for studying movement ecology.
Twelve teams of scientists were asked to address four basic questions: Why, how, where, and when do organisms move?
The methodology, Nathan said, applies to all types of organisms, from animals such as salmon, sea turtles, and elephants to bacteria and plants.
"If you give a legitimate field for the study of movement itself ... then people will study movement-related questions more thoroughly," Nathan said.
Martin Wikelski is a zoologist at the Max Planck Institute of Ornithology in Seewiesen, Germany, who specializes in animal movement.
The initiative to raise the prominence of movement ecology is "absolutely essential" to the understanding of wild animals, especially in an era complicated by a changing climate, Wikelski said.
"Every animal moves around and if we don't know the fate of these animals during movement, and how movement contributes to selection, then I think we are pretty much lost," he said.
For example, by understanding what animals encounter as they move about their environment, scientists may be able to determine the factors that cause some to go extinct.
Birds and Bees
James Mandel, an ecologist at Cornell University in Ithaca, New York, said the new paradigm is ideal for his research, which seeks connections between weather patterns and animal movement.
His team outfitted turkey vultures with GPS tags and two-way radio transmitters to collect data on the birds' hourly and daily movements.
One turkey vulture even carried a heart rate monitor to measure how much energy the bird expended during flight.
The researchers combined this data with information on the wind speed, atmospheric turbulence, and cloud height wherever the birds were.
The team found that turkey vultures soar from one billowing updraft of warm air to the next as they migrate thousands of miles between their summer and winter homes.
While many questions remain, Mandel said the data indicate the birds "are highly dependent on favorable weather conditions from energy source to energy source as they go."
Other teams applied the movement ecology framework to the study of elephants in Africa, elk in Canada, lynx in Spain, and butterflies from Estonia, Finland, and China.
Still other groups tested the methodology on seeds in Panama and various plants in the eastern U.S.
The Max Planck Institute's Wikelski, who is also a 2008 National Geographic emerging explorer (the National Geographic Society owns National Geographic News), is pioneering new tracking technology that allows scientists to study the movement of even the smallest creatures, such as bees.

Selasa, 02 Desember 2008

Avenged Sevenfold: New Album and US Tour

Tattooed rockers Avenged Sevenfold are heading out on a tour in support of their self-produced, and self-titled fourth album. Avenged Sevenfold hits stores on October 30th, while the album's first single "Almost Easy" hits radio on September 25th.
In a statement the band - frontman M. Shadows, guitarists Synyster Gates and Zacky Vengeance, bassist Johnny Christ, and drummer The Rev - said that they listened "to everything from Toby Keith to T.I." while making the album.
Avenged Sevenfold, or A7X, have toured on the Warped Tour and Ozzfest circuits. Their headlining tour kicks off on October 29th in Los Angeles and wraps on November 25th in Ft. Lauderdale, Florida.
Avenged Sevenfold U.S. tour dates:
10/29 Los Angeles, CA, The Wiltern 10/31 Las Vegas, NV, House of Blues 11/02 Albuquerque, NM, Sunshine Theatre 11/04 Denver, CO, Ogden Theatre 11/05 Omaha, NE, Sokol Auditorium 11/06 St. Louis, MO, Pageant 11/08 Chicago, IL, Congress Theatre 11/09 Detroit, MI, State Theatre 11/10 Columbus, OH, Lifestyles Pavilion 11/12 Providence, RI, Lupo's 11/14 New York, NY, Roseland Ballroom 11/15 Philadelphia, PA, Electric Factory 11/17 Myrtle Beach, SC, House of Blues 11/18 Atlanta, GA, Tabernacle 11/20 Charlotte, NC, Amos' Southend 11/21 Richmond, VA, Toad's Place 11/23 Orlando, FL, House of Blues 11/24 Tampa, FL, Jannus Landing 11/25 Ft. Lauderdale, FL, Revolution